Diantara amaliyah shiyam Ramadhan yang diajarkan oleh Rasulullah adalah :

Diantara amaliyah shiyam Ramadhan yang diajarkan oleh Rasulullah adalah :

a) Berwawasan yang benar tentang puasa dengan mengetahui dan menjaga rambu-rambunya.

Puasa bukanlah sekedar tidak makan dan tidak minum, tapi ada rambu-tambu kehidupan yang harus ditaati sehingga puasa itu menjadi sarana tarbiyyah (pendidikan) menuju kehidupan yang bertaqwa kepada Allah Swt. Puasa seperti inilah yang bisa menghapus dosa seorang muslim, Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian mengetahui rambu-rambunya dan memperhatikan apa yang semestinya diperhatikan, maka hal itu akan menjadi pelebur dosa-dosa yang pernah dilakukan sebelumnya” (HR. Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi).

b. Tidak meninggalkan shiyam, walaupun sehari, dengan sengaja tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat Islam.

Puasa Ramadhan merupakan ibadah yang mesti ditunaikan, tanpa uzur syar’i (halangan yang bisa dibenarkan menurut syari’at), maka seorang muslim tidak boleh meninggalkan puasa. Ini merupakan dosa yang sangat besar sehingga tidak bisa ditebus meskipun seseorang berpuasa sepanjang masa, Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa tidak puasa pada bulan Ramadhan sekalipun sehari tanpa alasan rukhshoh atau sakit, hal itu (merupakan dosa besar) yang tidak bisa ditebus bahkan seandainya ia berpuasa selama hidup” (HR.At-Turmudzi).

c. Menjauhi hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan menggugurkan nilai shiyam.

Puasa merupakan pendidikan untuk menahan diri dari hal-hal yang tidak benar, bila hal itu tidak bisa ditinggalkan, maka tidak ada nilai atau paling tidak berkurang nilai ibadah seseorang, Rasulullah SAW pernah bersabda: “Bukanlah (hakikat) shiyam itu sekedar meninggalkan makan dan minum, melainkan meninggalkan pekerti sia-sia (tak ternilai) dan kata-kata bohong” (HR.Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah). Rasulullah juga pernah bersabda bahwa:“Barangsiapa yang selama berpuasa tidak juga meninggalkan kata-kata bohong bahkan mempraktekkannya, maka tidak ada nilainya bagi Allah apa yang ia sangkakan sebagai puasa, yaitu sekedar meninggalkan makan dan minum” (HR.Bukhori dan Muslim).

d. Bersungguh-sungguh melakukan shiyam dengan menepati aturan-aturannya.

Ibadah puasa merupakan ibadah yang harus dilaksanakan dengan penuh kesungguhan sehingga apa yang menjadi ketentuannya bila dipatuhi, Rasulullah SAW bersabda: ”Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan sepenuh iman dan kesungguhan, maka akan diampunkanlah dosa-dosa yang pernah dilakukan.” (HR. Bukhori, Muslim dan Abu Daud).

e. Bersahur.

Bagi orang yang hendak berpuasa, disunnahkan untuk makan sahur pada saat sebelum tiba waktu subuh (fajar), sahur merupakan makanan yang berkah (Al-ghoda’ al-mubarok). Dalam hal ini Rasulullah pernah bersabda bahwa :”Makanan sahur semuanya bernilai berkah, maka jangan Anda tinggalkan, sekalipun hanya dengan seteguk air. Allah dan para Malaikat mengucapkan salam kepada orang-orang yang makan sahur” (HR. Ahmad).

f. Ifthor.

Ketika waktu maghrib telah tiba, yakni saat matahari telah terbenam, maka saat itulah waktu berbuka sehingga sangat ditekankan kepada orang yang berpuasa untuk segera berbuka puasa. Rasulullah pernah menyampaikan bahwa salah satu indikasi kebaikan umat manakala mereka mengikuti sunnah dengan mendahulukan ifthor dan mengakhirkan sahur. Sabda Rasulullah Saw: “Sesungguhnya termasuk hamba Allah yang paling dicintai oleh-Nya ialah mereka yang bersegera berbuka puasa” (HR. Ahmad dan Tirmidzi). Bahkan beliau mendahulukan ifthor walaupun hanya dengan ruthob (kurma mengkal), atau tamr (kurma) atau air saja (HR. Abu Daud dan Ahmad).

g. Berdoa.

Sesudah menyelesaikan ibadah puasa dengan berifthor, Rasulullah SAW sebagaimana yang beliau lakukan sesudah menyelesaikan suatu ibadah, dan sebagai wujud syukur kepada Allah, beliau membaca do’a sebagai berikut: Rasulullah bahkan mensyariatkan agar orang-orang yang berpuasa banyak memanjatkan do’a, sebab do’a mereka akan dikabulkan oleh Allah. Dalam hal ini beliau pernah bersabda bahwa : Manusia yang do’anya tidak ditolak oleh Allah ialah do’a orang-orang yang berpuasa sehingga mereka berbuka” (HR.Ahmad dan Turmudzi).

h. Tilawah (membaca) Al-Quran

Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Quran (QS.2:185). Pada bulan ini malaikat Jibril pernah turun dan menderas Al-Quran dengan Rasulullah SAW (HR.Bukhari). Maka tidak aneh jika Rasulullah SAW lebih sering membacanya pada bulan Ramadhan. Iman Az-Zuhri pernah berkata :”Apabila datang Ramadhan maka kegiatan utama kita (selain shiyam) ialah membaca Al-Quran”. Hal ini tentu saja dilakukan dengan tetap memperhatikan tajwid dan esensi dasar diturunkannya Al-Quran untuk ditadabburi, dipahami, dan diamalkan (QS.Shod: 29).

i. Ith’am Ath-Tho’am (memberikan makanan dan shadaqah lainnya)

Salah satu amaliyah Ramadhan Rasulullah ialah memberikan ifthor (santapan berbuka puasa) kepada orang-orang yang berpuasa. Seperti sabda beliau: “Barangsiapa yang memberi ifthor kepada orang-orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala senilai pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut” (HR. Turmudzi dan An-Nasa’I).

Memberikan makan dan sedekah selama bulan Ramadhan ini bukan hanya untuk keperluan ifthor melainkan juga untuk segala kebajikan. Rasulullah yang dikenal dermawan dan penuh peduli terhadap nasib umat, pada bulan Ramadhan kedermawanannya dan keperduliannya tampil lebih menonjol, kesigapan beliau dalam hal ini bahkan dimisalkan sebagai ‘lebih cepat dari angin” (HR.Bukhori).

j. Memperhatikan Kesehatan

Shaum termasuk kategori ibadah mahdhah (murni). Sekalipun demikian agar nilai maksimal ibadah puasa dapat diraih, Rasulullah justru mencontohkan kepada umat agar selama berpuasa tetap memperhatikan kesehatan. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa di bawah ini :

a. Menyikat gigi dengan siwak (HR. Bukhori dan Abu Daud).
b. Berobat seperti dengan berbekam (Al-Hijamah) seperti yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim.
c. Memperhatikan penampilan, seperti pernah diwasiatkan Rasulullah SAW kepada sahabat Abdullah ibnu Mas’ud RA, agar memulai puasa dengan penampilan baik dan tidak dengan wajah yang cemberut. (HR. Al-Haitsami).

k. Memperhatikan Harmoni Keluarga

Sekalipun puasa adalah ibadah yang khusus diperuntukkan kepada Allah, yang memang juga mempunyai nilai khusus di hadapan Allah, tetapi agar hal tersebut di atas dapat terealisir dengan lebih baik, maka Rasulullah justru mensyari’atkan agar selama berpuasa umat tidak mengabaikan harmoni dan hak-hak keluarga. Seperti yang diriwayatkan oleh istri-istri beliau, Aisyah dan Ummu Salamah RA, Rasulullah adalah tokoh yang paling baik untuk keluarga, dimana selama bulan Ramadhan tetap selalu memenuhi hak-hak keluarga beliau. Bahkan ketika Rasulullah berada dalam puncak praktek ibadah shaum yakni I’tikaf, harmoni itu tetap terjaga.

l. Memperhatikan Aktivitas Da’wah dan Sosial

Kontradiksi dengan kesan dan perilaku umum tentang berpuasa, Rasulullah SAW justru menjadikan bulan puasa sebagai bulan penuh amaliyah dan aktivitas positif. Selain yang telah tergambar seperti tersebut di muka, beliau juga aktif melakukan da’wah, kegiatan sosial, perjalanan jauh dan jihad. Dalam sembilan kali Ramadhan yang pernah beliau alami, beliau misalnya melakukan perjalanan ke Badr (th. 2 H), Mekkah (th. 8 H) dan ke Tabuk (th.9H), mengirimkan 6 sariyah (pasukan jihad yang tidak secara langsung beliau ikuti/pimpin), melaksanakan pernikahan putrinya (Fathimah) dengan Ali RA, menikahi Hafsah dan Zainab RA, meruntuhkan berhala-berhala Arab seperti Lata, Manat dan Suwa’, meruntuhkan masjid Adh-Dhiror, dll.

m. Qiyam Ramadhan (Shalat Terawih)

Diantara kegiatan ibadah Rasulullah selama bulan Ramadhan ialah ibadah qiyam al-lail (shalat Terawih) yang dilakukan bersama dengan para sahabat. Disaat Rasulullah khawatir akan diwajibkannya sholat tarawih secara berjamaah, akhirnya beliau tidak melakukannya sepanjang ramadhan (HR.Bukhari dan Muslim). Pada saat Rasulullah SAW sholat tarawih berjamaah bersama sahabat, banyak riwayat menyebutkan bahwa beliau sholat 11 rakaat dengan bacaan-bacaan yang panjang (HR.Bukhari dan Muslim). Tetapi disaat kekhawatiran akan diwajibkannya sholat tarawih tidak ada lagi, kita dapati riwayat-riwayat lain, juga dari Umar bin Khattab menyebutkan jumlah rakaat sholat tarawih adalah 21 atau 23 rakaat (HR.Abdur Rozzaq dan Baihaqi). Menyikapi perbedaan rakaat ini, mari kita simak paparan salah seorang tokoh dibidang ilmu hadits, Ibnu Hajar al Asqolani as Syafi’I, beliau mengatakan : Beberapa riwayat yang sampai kepada kita tentang jumlah raka’at sholat tarawih menyiratkan ragam sholat sesuai dengan keadaan dan kemampuan masing-masing. Kadang ia mampu melaksanakan sholat 11 rakaat, kadang 21 dan terkadang 23 rakaat, tergantung semangat dan antusiasmenya masing-masing. Dahulu mereka sholat 11 rakaat dengan bacaan yang panjang sehingga mereka bertelekan dengan tongkat penyangga, sedangkan mereka yang sholat 21 atau 23 raka’at, mereka membaca bacaan-bacaan yang pendek dengan tetap memperhatikan masalah thuma’ninah, sehingga tidak membuat mereka sulit.

1 komentar:

  1. Mari menangkan ramadhan untuk berbagi kebaikan terhadap sesama

    BalasHapus

Tinggalkan Komentar Yang Tidak Mengandung Unsur-unsur SARA, SPAM, SCAM dan Kekerasan. Terimakasih.