Persiapan Menyambut Ramadhan (Ramadhan tidaklah banyak, perjalanan hari-hari itu begitu cepat. oleh sebab itu, harus ada persiapan yang sebaik-baiknya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَات أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Segala puji bagi Allah, Rabb dan sesembahan sekalian alam, yang telah mencurahkan kenikmatan-kenikmatanNya, rizki dan karuniaNya yang tak terhingga dan tak pernah putus sepanjang zaman. Kepada makhluknya baik yang berupa kesehatan maupun kesempatan sehingga pada kali ini kita dapat bersilaturahmi melalui media tulis dalam rangka menunaikan kewajiban berbagi rasa kepedulian sesama saudara dan teman dan handaitaulan yang akan menyambut datangnya Bulan Suci Ramadhan yang kita tunggu kedatangannya, segala doa kita panjatkan semoga kita bisa dipertemukan kembali dengan Bulan Suci Ramadhan yang akan datang sebentar lagi.

Semoga shalawat dan salam tercurah kepada uswah kita Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam, yang atas jasa-jasa dan perjuangan beliau cahaya Islam ini tersampaikan kepada kita, sebab dengan adanya cahaya Islam tersebut kita terbebaskan dari kejahiliyahan, malamnya bagaikan siangnya. Dan semoga shalawat serta salam juga tercurahkan kepada keluarganya, para sahabatnya dan pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman.

Tidak terasa, dalam hitungan hari kita akan memasuki satu bulan dalam Tahun Hijriah dimana segala keberkahan Allah SWT bergitu berlimpah di turunkan. Bulan penuh berkah, penuh magrifah dan ampunan darinya. Di bulan ini pula, seluruh umat Islam dunia menjalankan puasa selama satu bulan penuh. Bulan inilah yang ditunggu umat Islam yaitu bulan suci Bulan Ramadhan.

Tentu untuk memasuki bulan suci ini, diperlukan persiapan-persiapan baik fisik maupun mental kita. Termasuk me-refresh kembali pengetahuan kita mengenai manfaat dari puasa Ramadhan itu sendiri, sehingga motivasi kita dalam menjalankan ibadah ini semakin mantap dan semakin bagus. Sehingga kita bisa meraih Barokah dari puasa ini.

Allah s.w.t. telah memilihkan bulan Ramadhan untuk umat ini sebagai musim melakukan kebaikan dan keta’atan. Terdapat banyak kebaikan di dalam bulan ini, pahala dilipat gandakan, dan bulan ini merupakan bulan terbaik dan tidak ada bulan lain yang memiliki kebaikan seperti kebaikan yang ada padanya.

Rasulullah s.a.w telah menjelaskan kelebihan yang ada pada bulan ini secara menyeluruh seperti dapat dibaca dalam hadist-hadist shohih yang ada di dalam kitab shohih Bukhari, Shohih Muslim dan kitab-kitab hadist lainnya. Namun demikian ayat serta hadist-hadist yang banyak tentang Ramadhan masih banyak yang tidak bermujahadah pada bulan ini, hendaknya kita mengetahui bahwa salah satu nikmat yang banyak disyukuri meski oleh seorang yang lalai adalah nikmat ditundanya ajal dan sampainya kita di bulan Ramadhan. Tentunya jika diri ini menyadari tingginya tumpukan dosa yang menggunung, maka pastilah kita sangat berharap untuk dapat menjumpai bulan Ramadhan dan mereguk berbagai manfaat di dalamnya.

Bersyukurlah atas nikmat ini. Betapa Allah ta’ala senantiasa melihat kemaksiatan kita sepanjang tahun, tetapi Dia menutupi aib kita, memaafkan dan menunda kematian kita sampai bisa berjumpa kembali dengan Ramadhan.

Imam Abu Bakr Az Zur’i rahimahullah memaparkan dua perkara yang wajib kita waspadai. Salah satunya adalah kewajiban telah datang tetapi kita tidak siap untuk menjalankannya. Ketidaksiapan tersebut salah satu bentuk meremehkan perintah. Akibatnya pun sangat besar, yaitu kelemahan untuk menjalankan kewajiban tersebut dan terhalang dari ridha-Nya. Kedua dampak tersebut merupakan hukuman atas ketidaksiapan dalam menjalankan kewajiban yang telah nampak di depan mata.[1]

Abu Bakr Az Zur’i menyitir firman Allah ta’ala QS At Taubah ayat 83 berikut,


فَإِن رَّجَعَكَ اللّهُ إِلَى طَآئِفَةٍ مِّنْهُمْ فَاسْتَأْذَنُوكَ لِلْخُرُوجِ فَقُل لَّن تَخْرُجُواْ مَعِيَ أَبَدًا وَلَن تُقَاتِلُواْ مَعِيَ عَدُوًّا إِنَّكُمْ رَضِيتُم بِالْقُعُودِ أَوَّلَ مَرَّةٍ فَاقْعُدُواْ مَعَ الْخَالِفِينَ {83

Maka jika Allah mengembalikanmu kepada satu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), maka katakanlah:

Kamu tidak boleh ke luar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu duduklah (tinggallah) bersama orang-orang yang tidak ikut berperang`.(QS. 9:83)

Dalam ayat ini Allah swt. memberikan peringatan kepada Rasulullah agar berhati-hati terhadap orang munafik bila telah kembali dari peperangan Tabuk. Orang-orang munafik itu akan merencanakan minta maaf kepada Rasulullah saw. dan menyatakan penyesalan mereka karena tidak dapat turut berperang bersama Nabi ke Tabuk. Padahal mulanya mereka merasa beruntung tidak ikut perang ke Tabuk itu dan terhindar dari bahaya. Tetapi setelah Rasulullah saw. bersama kaum Muslimin kembali dari medan peperangan dengan selamat, mereka merasa malu dan terhina, dan berjanji dalam hati mereka akan turut berperang bersama Rasulullah. Maka Allah swt. mengingatkan Nabi agar orang-orang munafik itu jangan diberi izin turut serta berperang karena mereka tetap tidak akan jujur dalam peperangan. Mereka pasti akan melakukan tindakan-tindakan untuk merongrong Rasulullah dan kaum Muslimin. Oleh karena itu Rasulullah saw. diperintahkan untuk menyatakan dengan tegas bahwa mereka tidak dibenarkan turut berperang bersama Rasulullah saw. buat selama-lamanya. Mereka tidak akan sanggup memerangi musuh bersama Rasulullah seperti halnya kaum muslimin yang dengan rela mengorbankan harta dan jiwanya untuk berperang fisabilillah. Sikap mereka sewaktu menghadapi perang Tabuk menunjukkan bahwa mereka lebih senang tidak turut berperang dan tetap tinggal di Madinah bersama orang-orang yang uzur seperti anak-anak, wanita-wanita dan orang-orang tua yang sudah lemah.

Renungilah ayat di atas baik-baik! Ketahuilah, Allah ta’ala tidak menyukai keberangkatan mereka dan Dia lemahkan mereka, karena tidak ada persiapan dan niat mereka yang tidak lurus lagi. Namun, bila seorang bersiap untuk menunaikan suatu amal dan ia bangkit menghadap Allah dengan kerelaan hati, maka Allah terlalu mulia untuk menolak hamba yang datang menghadap-Nya. Berhati-hatilah dari mengalami nasib menjadi orang yang tidak layak menjalankan perintah Allah ta’ala yang penuh berkah. Seringnya kita mengikuti hawa nafsu, akan menyebabkan kita tertimpa hukuman berupa tertutupnya hati dari hidayah.

Allah ta’ala berfirman,dala Qs Al An’am 110

وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُواْ بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ {110}

“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.” (Al An’am: 110).

S
esudah itu Allah swt. memberikan penjelasan kepada kaum Muslimin bahwa mereka tidak mengetahui bahwa Allah swt. kuasa untuk memalingkan hati dan penglihatan orang-orang musyrik; maka sebagaimana mereka tidak beriman sebelum mereka meminta mukjizat itu, begitu jugalah mereka tidak mau beriman sesudah datangnya mukjizat, karena hati mereka telah dipalingkan dari kebenaran.

Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Allah akan membiarkan mereka memperturutkan hati mereka bergelimang dalam kekafiran dan kemaksiatan. Hati mereka diliputi oleh kebingungan dan keragu-raguan terhadap ayat-ayat yang mereka dengar. Mereka tidak dapat membedakan antara kebenaran dan tipuan. Mereka dibiarkan dalam kegelapan dan kesesatan yang nyata!

Allah swt. berfirman:

Artinya:
Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus-menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata, "Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang-orang yang kena sihir". (Q.S Al Hijr: 14-15)

وَلَوْ فَتَحْنَا عَلَيْهِم بَابًا مِّنَ السَّمَاء فَظَلُّواْ فِيهِ يَعْرُجُونَ {14} لَقَالُواْ إِنَّمَا سُكِّرَتْ أَبْصَارُنَا بَلْ نَحْنُ قَوْمٌ مَّسْحُورُونَ {15

Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya,(QS. 15:14), tentulah mereka berkata: `Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang-orang yang kena sihir.`(QS. 15:15)

Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang musyrik Mekah itu adalah orang-orang yang sangat ingkar dan tidak mau menerima kebenaran, keadaan mereka dilukiskan Allah dalam ayat ini. Seandainya Allah membukakan pintu-pintu langit bagi mereka dan menyediakan tangga untuk naik ke langit itu, maka merekapun akan naik.

Seandainya mereka melihat malaikat di langit itu atau suatu keajaiban yang merupakan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah, mereka tidak akan mau mengakuinya, bahkan mereka mengatakan, mata kami telah dikaburkan sehingga kami tidak melihat tanda dengan jelas sesuatu yang ada di hadapan kami. Apa yang terlihat oleh kami itu tidak lain hanyalah khayalan belaka, sebagai hasil sihir Muhammad yang telah menyihir kami, sehingga kami tidak lagi melihat hakikat kebenaran. Ayat ini senada dengan firman Allah SWT:

Artinya:
Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang yang kafir itu berkata: "ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata". (Q.S Al An'am: 7)

Persiapkan Amal Shalih dalam Menyambut Ramadhan

Bila kita menginginkan kebebasan dari neraka di bulan Ramadhan dan ingin diterima amalnya serta dihapus segala dosanya, maka harus ada bekal yang dipersiapkan.

Allah ta’ala berfirman dalam QS At Taubah ayat 46

وَلَوْ أَرَادُواْ الْخُرُوجَ لأَعَدُّواْ لَهُ عُدَّةً وَلَـكِن كَرِهَ اللّهُ انبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُواْ مَعَ الْقَاعِدِينَ {46

“Dan jika mereka mau berangkat,tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” (At Taubah: 46).

Pada ayat ini Allah swt. menerangkan suatu bukti tentang kepalsuan sumpah mereka dan kebohongan ucapan mereka, yaitu tidak terdapatnya tanda-tanda bahwa mereka akan ikut berperang. Kalau benar-benar mereka mau berangkat ke medan perang tentunya mereka menyiapkan peralatan yang diperlukan seperti bekal, kendaraan, senjata dan sebagainya.

Tidak berangkatnya orang-orang munafik ke medan perang adalah merupakan keuntungan bagi kaum Muslimin karena kalau mereka berangkat, tentulah akan mengacau dan mengadu domba antara kaum Muslimin. Itulah sebabnya Allah swt. menjadikan hati mereka lesu, keinginannya lemah sesuai dengan kekhawatiran dan keragu-raguan di dalam hatinya, menyebabkan mereka merasa berat dan tidak mau berangkat. Akhirnya Rasulullah saw. berkata kepada mereka dengan nada marah: "Tinggal sajalah kamu sekalian bersama anak-anak, perempuan, orang-orang lemah, orang-orang sakit dan tak usah berangkat ke medan perang." Dengan kata-kata ini orang-orang munafik itu senang dan gembira karena dianggapnya kata-kata itu sesuai dengan kehendak dan keinginannya, sekalipun kata-kata itu diucapkan Rasulullah saw. dengan nada yang kurang menyenangkan.

Harus ada persiapan! Dengan demikian, tersingkaplah ketidakjujuran orang-orang yang tidak mempersiapkan bekal untuk berangkat menyambut Ramadhan. Oleh sebab itu, dalam ayat di atas mereka dihukum dengan berbagai bentuk kelemahan dan kehinaan disebabkan keengganan mereka untuk melakukan persiapan.

Sebagai persiapan menyambut Ramadhan, Rasulullah memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. ‘Aisyah radhiallahu ‘anhu berkata,

وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Saya sama sekali belum pernah melihat rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dalam satu bulan sebanyak puasa yang beliau lakukan di bulan Sya’ban, di dalamnya beliau berpuasa sebulan penuh.

” Dalam riwayat lain, “Beliau berpuasa di bulan Sya’ban, kecuali sedikit hari.”[2]

Beliau tidak terlihat lebih banyak berpuasa di satu bulan melebihi puasanya di bulan Sya’ban, dan beliau tidak menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan.

Generasi emas umat ini, generasi salafush shalih, meeka selalu mempersiapkan diri menyambut Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Sebagian ulama salaf mengatakan,

كَانُوا يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُمْ شَهْرَ رَمَضَانَ ثُمَّ يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ

Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadlan.”[3]

Tindakan mereka ini merupakan perwujudan kerinduan akan datangnya bulan Ramadhan, permohonan dan bentuk ketawakkalan mereka kepada-Nya. Tentunya, mereka tidak hanya berdo’a, namun persiapan menyambut Ramadhan mereka iringi dengan berbagai amal ibadah.

Abu Bakr al Warraq al Balkhi rahimahullah mengatakan, “Rajab adalah bulan untuk menanam, Sya’ban adalah bulan untuk mengairi dan Ramadhan adalah bulan untuk memanen.”[4]

Sebagian ulama yang lain mengatakan,

“Waktu setahun itu laksana sebuah pohon. Bulan Rajab adalah waktu menumbuhkan daun, Syaban adalah waktu untuk menumbuhkan dahan, dan Ramadhan adalah bulan memanen, pemanennya adalah kaum mukminin. (Oleh karena itu), mereka yang “menghitamkan” catatan amal mereka hendaklah bergegas “memutihkannya” dengan taubat di bulan-bulan ini, sedang mereka yang telah menyia-nyiakan umurnya dalam kelalaian, hendaklah memanfaatkan sisa umur sebaik-baiknya (dengan mengerjakan ketaatan) di waktu tesebut.”[5]

Wahai kaum muslimin, agar buah bisa dipetik di bulan Ramadhan, harus ada benih yang disemai, dan ia harus diairi sampai menghasilkan buah yang rimbun. Puasa, qiyamullail, bersedekah, dan berbagai amal shalih di bulan Rajab dan Sya’ban, semua itu untuk menanam amal shalih di bulan Rajab dan diairi di bulan Sya’ban. Tujuannya agar kita bisa memanen kelezatan puasa dan beramal shalih di bulan Ramadhan, karena lezatnya Ramadhan hanya bisa dirasakan dengan kesabaran, perjuangan, dan tidak datang begitu saja. Hari-hari Ramadhan tidaklah banyak, perjalanan hari-hari itu begitu cepat. Oleh sebab itu, harus ada persiapan yang sebaik-baiknya.

I'dad Ruhi Imani, yakni persiapan ruh keimanan.

Orang-orang yang saleh biasa melakukan persiapan ini seawal mungkin sebelum datang Ramadhan. Bahkan mereka sudah merindukan kedatangannya sejak bulan Rajab dan Sya'ban. Biasanya mereka berdoa : "Ya Allah, berikanlah kepada kami keberkatan pada bulan Rajab dan Sya'ban, serta sampaikanlah kami kepada Ramadhan."Dalam rangka persiapan ruh keimanan itu, dalam surah At-Taubah Allah melarang kita melakukan berbagai maksiat dan kedzhaliman sejak bulan Rajab. Tapi bukan berarti di bulan lain dibolehkan. Hal ini dimaksudkan agar sejak bulan Rajab kadar keimanan kita sudah meningkat. Boleh dikiaskan,bulan Rajab dan Sya'ban adalah masa pemanasan (warming up),sehingga ketika memasuki Ramadhan kita sudah bisa bisa menjalani ibadah shaum dan sebagainya itu bak sudah terbiasa.

Persiapan mental untuk puasa dan ibadah terkait lainnya sangat penting. Apalagi pada saat menjelang hari-hari terakhir, karena tarikan keluarga yang ingin belanja mempersiapkan hari raya, pulang kampung dll, sangat mempengaruhi umat Islam dalam menunaikan kekhusu’an ibadah Ramadhan. Dan kesuksesan ibadah Ramadhan seorang muslim dilihat dari akhirnya. Jika akhir Ramadhan diisi dengan i’tikaf dan taqarrub yang lainnya, maka insya Allah dia termasuk yang sukses dalam melaksanakan ibadah Ramadhan. Persiapan ruhiyah dapat dilakukan dengan memperbanyak ibadah, seperti memperbanyak membaca Al-Qur’an saum sunnah, dzikir, do’a dll. Dalam hal mempersiapkan ruhiyah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, sebagaimana yang diriwayatkan ‘Aisyah ra. berkata:” Saya tidak melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban” (HR Muslim).

I'dad Jasadi, yakni persiapan fisik.

Untuk memasuki Ramadhan kita memerlukan fisik yang lebih prima dari biasanya. Sebab, jika fisik lemah, bisa-bisa kemuliaan yang dilimpahkan Allah pada bulan Ramadhan tidak dapat kita raih secara optimal. Maka, sejak bulan Rajab Rasulullah dan para sahabat membiasakan diri melatih fisik dan mental dengan melakukan puasa sunnah, banyak berinteraksi dengan al-Qur'an, biasa bangun malam (qiyamul-lail), dan meningkatkan aktivitas saat berkecimpung dalam gerak dinamika masyarakat.

Seorang muslim tidak akan mampu atau berbuat maksimal dalam berpuasa jika fisiknya sakit. Oleh karena itu mereka dituntut untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan rumah, masjid dan lingkungan. Rasulullah mencontohkan kepada umat agar selama berpuasa tetap memperhatikan kesehatan. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa di bawah ini :

 Menyikat gigi dengan siwak (HR. Bukhori dan Abu Daud).
 Berobat seperti dengan berbekam (Al-Hijamah) seperti yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim.
 Memperhatikan penampilan, seperti pernah diwasiatkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat Abdullah ibnu Mas’ud ra, agar memulai puasa dengan penampilan baik dan tidak dengan wajah yang cemberut. (HR. Al-Haitsami).
 Sarana penunjang yang lain yang harus disiapkan adalah materi yang halal untuk bekal ibadah Ramadhan. Idealnya seorang muslim telah menabung selama 11 bulan sebagai bekal ibadah Ramadhan. Sehingga ketika datang Ramadhan, dia dapat beribadah secara khusu’ dan tidak berlebihan atau ngoyo dalam mencari harta atau kegiatan lain yang mengganggu kekhusu’an ibadah Ramadhan.

I'dad Maliyah, yakni persiapan harta.

Jangan salah faham, persiapan harta bukan untuk membeli keperluan buka puasa atau hidangan lebaran sebagaimana tradisi kita selama ini. Memersiapkan harta adalah untuk melipatgandakan sedekah, karena Ramadhanpun merupakan bulan memperbanyak sedekah. Pahala bersedekah pada bulan ini berlipat ganda dibandingkan bulan-bulan biasa.

I'dad Fikri wa Ilmi, yakni persiapan intelektual dan keilmuan.

Agar ibadah Ramadhan bisa optimal, diperlukan bekal wawasan dan tashawur (persepsi) yang benar tentang Ramadhan. Caranya dengan membaca berbagai bahan rujukan dan menghadiri majelis ilmu tentang Ramadhan. Kegiatan ini berguna untuk mengarahkan kita agar beribadah sesuai tuntunan Rasulullah SAW, selama Ramadhan. Menghafal ayat-ayat dan doa-doa yang berkait dengan perlbagai jenis ibadah, atau menguasai berbagai masalah dalam fiqh puasa, juga penting untuk dipersiapkan. Persiapan fikriyah atau akal dilakukan dengan mendalami ilmu, khususnya ilmu yang terkait dengan ibadah Ramadhan. Banyak orang yang berpuasa tidak menghasilan kecuali lapar dan dahaga. Hal ini dilakukan karena puasanya tidak dilandasi dengan ilmu yang cukup. Seorang yang beramal tanpa ilmu, maka tidak menghasilkan kecuali kesia-siaan belaka..

Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrut Taubah (Bulan Taubat)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُون

“Setiap keturunan Adam itu banyak melakukan dosa dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat.”[6]

Taubat menunjukkan tanda totalitas seorang dalam menghadapi Ramadhan. Dia ingin memasuki Ramadhan tanpa adanya sekat-sekat penghalang yang akan memperkeruh perjalanan selama mengarungi Ramadhan. Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk bertaubat, karena taubat wajib dilakukan setiap saat. Allah ta’ala berfirman pada akhir ayat QS An Nuur 31

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ{31

“Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An Nuur: 31).


Pada akhir ayat ini Allah SWT menganjurkan supaya manusia itu bertobat, sadar kembali, taat dan patuh mengerjakan perintah-Nya menjauhi larangan-Nya seperti, membatasi pandangan, menjaga kelamin tidak memasuki rumah orang lain sebelum meminta izin dan memberi salam. Dengan demikian mereka akan berbahagia dunia dan akhirat.

Taubat yang dibutuhkan bukanlah seperti taubat yang sering kita kerjakan. Kita bertaubat, lidah kita mengucapkan, “Saya memohon ampun kepada Allah”, akan tetapi hati kita lalai, akan tetapi setelah ucapan tersebut, dosa itu kembali terulang. Namun, yang dibutuhkan adalah totalitas dan kejujuran taubat.Jangan pula taubat tersebut hanya dilakukan di bulan Ramadhan sementara di luar Ramadhan kemaksiatan kembali digalakkan. Ingat! Ramadhan merupakan momentum ketaatan sekaligus madrasah untuk membiasakan diri beramal shalih sehingga jiwa terdidik untuk melaksanakan ketaatan-ketaatan di sebelas bulan lainnya.

Bulan Ramadhan adalah bulan dimana syetan dibelenggu, hawa nafsu dikendalikan dengan puasa, pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka. Sehingga bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat kondusif untuk bertaubat dan memulai hidup baru dengan langkah baru yang lebih Islami. Taubat berarti meninggalkan kemaksiatan, dosa dan kesalahan serta kembali kepada kebenaran. Atau kembalinya hamba kepada Allah SWT, meninggalkan jalan orang yang dimurkai dan jalan orang yang sesat. Taubat bukan hanya terkait dengan meninggalkan kemaksiatan, tetapi juga terkait dengan pelaksanaan perintah Allah. Orang yang bertaubat masuk kelompok yang beruntung.

Oleh karena itu, di bulan bulan Ramadhan orang-orang beriman harus memperbanyak istighfar dan taubah kepada Allah SWT. Mengakui kesalahan dan meminta ma’af kepada sesama manusia yang dizhaliminya serta mengembalikan hak-hak mereka. Taubah dan istighfar menjadi syarat utama untuk mendapat maghfiroh (ampunan), rahmat dan karunia Allah SWT.

وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلاَ تَتَوَلَّوْاْ مُجْرِمِينَ {52}

“Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (QS Hud 52)

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa Hud a.s. setelah mengajak kaumnya menyembah Tuhan Yang Maha Esa dan melarang mereka menyekutukan-Nya dengan beribadah kepada berhala-berhala, lalu menyuruh mereka meminta ampun kepada Allah yang kemudian bertobat dengan penuh keikhlasan. Dan adalah mereka mengingkari tanda-tanda (kekuatan) Kami, maka Kami meniupkan angin yang amat gemuruh kepada mereka dalam beberapa hari yang sial, karena Kami hendak merasakan kepada mereka itu siksa yang menghinakan dalam kehidupan dunia. Dan sesungguhnya siksaan akhirat lebih menghinakan sedang mereka tidak diberi pertolongan. (Q.S. Fussilat: 15, 16)

Merencanakan Peningkatan Prestasi Ibadah (Syahrul Ibadah)

Ibadah Ramadhan dari tahun ke tahun harus meningkat. Tahun depan harus lebih baik dari tahun ini, dan tahun ini harus lebih baik dari tahun lalu. Ibadah Ramadhan yang kita lakukan harus dapat merubah dan memberikan output yang positif. Perubahan pribadi, perubahan keluarga, perubahan masyarakat dan perubahan sebuah bangsa. Allah SWT berfirman pada ayat (QS AR- Ra’du 11).

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللّهِ إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِ مِن وَالٍ {11

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.(QS. 13:11).

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum) artinya Dia tidak mencabut dari mereka nikmat-Nya (sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri) dari keadaan yang baik dengan melakukan perbuatan durhaka. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum yakni menimpakan azab maka tak ada yang dapat menolaknya dari siksaan-siksaan tersebut dan pula dari hal-hal lainnya yang telah dipastikan-Nya dan sekali-kali tak ada bagi mereka bagi orang-orang yang telah dikehendaki keburukan oleh Allah (selain Dia) selain Allah sendiri (seorang penolong pun) yang dapat mencegah datangnya azab Allah terhadap mereka

Diantara bentuk-bentuk peningkatan amal Ibadah seorang muslim di bulan Ramadhan, misalnya; peningkatan, ibadah puasa, peningkatan dalam tilawah Al-Qur’an, hafalan, pemahaman dan pengamalan. Peningkatan dalam aktifitas sosial, seperti: infak, memberi makan kepada tetangga dan fakir-miskin, santunan terhadap anak yatim, beasiswa terhadap siswa yang membutuhkan dan meringankan beban umat Islam. Juga merencanakan untuk mengurangi pola hidup konsumtif dan memantapkan tekad untuk tidak membelanjakan hartanya, kecuali kepada pedagang dan produksi negeri kaum muslimin, kecuali dalam keadaan yang sulit (haraj).

Menjadikan bulan Ramadhan sebagai Syahrut Tarbiyah, Da’wah

Bulan Ramadhan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para da’i dan ulama untuk melakukan da’wah dan tarbiyah. Terus melakukan gerakan reformasi (harakatul ishlah). Membuka pintu-pintu hidayah dan menebar kasih sayang bagi sesama. Meningkatkan kepekaan untuk menolak kezhaliman dan kemaksiatan. Menyebarkan syiar Islam dan meramaikan masjid dengan aktifitas ta’lim, kajian kitab, diskusi, ceramah dll, sampai terwujud perubahan-perubahan yang esensial dan positif dalam berbagai bidang kehidupan. Ramadhan bukan bulan istirahat yang menyebabkan mesin-mesin kebaikan berhenti bekerja, tetapi momentum tahunan terbesar untuk segala jenis kebaikan, sehingga kebaikan itulah yang dominan atas keburukan. Dan dominasi kebaikan bukan hanya dibulan Ramadhan, tetapi juga diluar Ramadhan.

Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrul Muhasabah (Bulan Evaluasi)

Dan terakhir, semua ibadah Ramadhan yang telah dilakukan tidak boleh lepas dari muhasabah atau evaluasi. Muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah kita perbuat dengan senantiasa menajamkan mata hati (bashirah), sehingga kita tidak menjadi orang/kelompok yang selalu mencari-cari kesalahan orang/kelompok lain tanpa mau bergeser dari perbuatan kita sendiri yang mungkin jelas kesalahannya. Semoga Allah SWT senantiasa menerima shiyam kita dan amal shaleh lainnya dan mudah-mudahan tarhib ini dapat membangkitkan semangat beribadah kita sekalian sehingga membuka peluang bagi terwujudnya Indonesia yang lebih baik, lebih aman, lebih adil dan lebih sejahtera. Dan itu baru akan terwujud jika bangsa ini yang mayoritasnya adalah umat Islam kembali kepada Syariat Allah.

Demikian dapat disampaikan mudah-mudahan bermanfaat, semoga persiapan kita mengantarkan ibadah shaum dan berbagai ibadah lainnya, sebagai yang terbaik dalam sejarah Ramadhan yang pernah kita lalui. Aamiin.

Dan terima kasih atas sumber materi dan kepada semuanya mohon maafnya, dan semoga Allah memberikan balasan kepada Anda yang lebih baik dan lebih banyak.

Jazzakumullah Khoiran Katsiro

Wassalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh


Sumber:Panduan Ibadah Ramadhan, Iman Santoso, Lc.
Sumber:http://ikhwanmuslim.com/manajemen-hati/persiapkandiri menyambut Ramadhan
Tafsir Al Quran Kemeterian Agama RI d/h Depag
Sumber Tips : Panduan Ibadah Puasa Ramadhan, Badan Kebajikan Kakitangan Islam, Pembadanan Produktiviti Negara, Malaysia
Cartatan Kaki
[1] Badai’ul Fawaid 3/699.
[2] HR. Muslim: 1156.
[3] Lathaaiful Ma’arif hal. 232
[4] Lathaaiful Ma’arif hal. 130.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Komentar Yang Tidak Mengandung Unsur-unsur SARA, SPAM, SCAM dan Kekerasan. Terimakasih.